Kamis, 20 September 2012

PERENCANAAN BERBASIS KINERJA

Perencanaan Berbasis Kinerja
    ( mas H.Suprio Heryanto,SKM.Mkes.)

  
Program pelayanan akan dapat dioperasionalisasikan dengan baik apabila dipersiapkan dengan strategi yang memadai, direncanakan dengan seksama, dilaksanakan dan dikontrol secara bertanggungjawab. Substansinya bahwa program pelayanan akan berhasil apabila operasionalisasinya memenuhi fungsi-fungsi manajemen (management functions). Sebelum membahas substansi tersebut, perlu kiranya dikemukakan pemahaman tentang pembangunan yang akan menjadi dasar pembahasan perencanaan program secara menyeluruh.
Pembangunan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sadar dan melembaga untuk kepentingan pembangunan masyarakat; a conciuous and institutionalized attempt at societal development (Chodak ,1973). Dalam pengertian ini, pembangunan hanya akan mencapai keberhasilan apabila dilakukan oleh organisasi pemerintah yang bekerja secara melembaga dan memiliki kapasitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Karena itu pengertian pembangunan juga dapat dimaknai sebagai pembangunan kapasitas (capacity building) baik menyangkut kapasitas manusia, kapasitas organisasi, maupun kapasitas institusi untuk mendukung berbagai pelaksanaan program pembangunan. Sebagaimana digambarkan Grindle (1997) dalam tabel berikut.
Tabel 1
Dimensions and Focus of Capacity-Building Initiatives
Dimension
Fokus
Types of Activities
Human resource development
Supply of professional and technical personnel
Training, salaries, conditions of work, recruitment
Organizational trengthening
Management systems to improve performance of specific tasks and functions, microstructures
Incentive systems, utilization of personnel, leadership, organizational culture, comunications, managerial structures
Institutional Reform
Institutions and systems, macrostructures
Rules of the game for economic and political regimes, policy and legal change, constitutional reform
Source : Grindle (1997 : 9)

Pembangunan sumberdaya manusia berfokus pada dukungan pegawai yang memiliki kemampuan teknis dan profesional. Karena itu diperlukan pelatihan, penggajian, dukungan kondisi tempat kerja, maupun sistem rekrutmen yang obyektif. Penguatan organisasi berfokus pada sistem manajemen peningkatan kinerja menyangkut tugas-tugas dan fungsi-fungsi spesifik dalam kerangka organisasi mikro. Bentuk aktivitasnya meliputi : sistem insentif, pemanfaatan personil, kepemimpinan, kultur organisasi, komunikasi, dan struktur-struktur manajerial. Sedangkan reformasi institusional fokusnya adalah sistem dan institusi-institusi dalam organisasi makro. Bentuk aktivitasnya meliputi rules of the game untuk rezim politik dan ekonomi, perubahan hukum dan kebijakan, dan reformasi konstitusional.
 Agar program sebagai suatu kegiatan dapat dioperasionalisasikan secara realistis, maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.       Menentukan tingkat keterkaitannya dengan kebijakan yang telah ditetapkan, sasaran dan tujuan, serta misi dan visi yang telah ditentukan.
2.       Menentukan keterkaitan dengan program lain. Oleh karena itu koordinasi diperlukan dalam merencanakan program sehingga dapat diperoleh program yang benar-benar bersinergi mewujudkan kinerja organisasi.
3.       Memastikan bahwa program merupakan interpolasi dari keadaan masa kini dan masa yang akan datang.
4.       Menentukan prioritas tinggi kepada program yang berdampak terhadap pencapaian visi dan misi, serta tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
Operasionalisasi program tercermin dari kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu institusi/organisasi. Kinerja suatu institusi/organisasi akan dapat diukur dari kegiatan yang dilaksanakannya. Sejauh mana kegiatan ini sejalan dengan program dan kebijakannya, tujuan dan sasaran, merupakan cerminan dari strategi konkrit suatu organisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kegiatan disusun dapat dirumuskan dengan akronim SMART;
1.       S; specific, dalam arti bahwa kegiatan harus menggambarkan secara spesifik hasil yang akan diperoleh/diinginkan.
2.       M; measurable, dalam arti kegiatan harus terukur apa yang dicapai, seberapa jauh tingkat pencapaiannya.
3.       A; aggressive but attainable, dalam arti bahwa kegiatan bersifat agresif, menantang tetapi realistis sehingga masih dalam batas ruang tingkat keberhasilan.
4.       R; result-oriented, kegiatan harus berorientasi kepada hasil yang diinginkan, dalam lingkup waktu tidak lebih dari satu tahun. Jika dia merupakan kegiatan multi-years, maka setiap tahun harus dapat digambarkan tingkat pencapaiannya.
5.       T; time-bound dalam arti bahwa kegiatan dapat dipastikan kapan dapat diwujudkan hasilnya.
Sehubungan dengan hal ini diperlukan adanya fokus perencanaan program jangka panjang (long-range program plans) untuk menjawab tantangan akan akuntabilitas suatu program. Sebagaimana dikemukakan Rennekamp (1999), peren-canaan program dalam suatu institusi atau organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu :
  1. Direction, dapat membantu mengedentifikasi kepentingan masyarakat pada suatu daerah tertentu melalui layanan perluasan kerjasama seperangkat prioritas program.
  2. Intent, suatu rencana kerja dapat membantu mewujudkan komunikasi publik mengenai fokus apa yang diharapkan dari organisasi untuk kurun waktu tertentu.
  3. Commitment, suatu rencana adalah membuat sebuah komitmen untuk melakukan tindakan untuk maksud-maksud tertentu sehingga dapat menjamin pencapaian maksud tersebut.
  4. Evaluation, proses perencanaan menyangkut penetapan mengenai keberhasilan apa yang akan dicapai dan bagaimana mengukurnya.
  5. Accountability, perencanaan yang dibuat secara komprehensif dapat digunakan untuk menilai alokasi sumberdaya dan hasil-hasil yang telah dicapai secara akuntabel.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi di atas diperlukan dukungan para profesional yang memiliki pengetahuan dan kajian sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan, mereka dapat menjadi koordinator dan fasilitator untuk proses perencanaan. Karena itu pengetahuan yang memadahi dan proses pendidikan sangat diperlukan untuk mendesain, merencanakan, melaksanakan, dan sekaligus mengevaluasi  program.

B.   Rencana Strategis Dalam Program Pelayanan.

Rencana strategis adalah salah satu instrumen administratif yang dapat membantu berfikir dan bertindak strategis bagi administrator publik dalam memecahkan berbagai persoalan pembangunan. Perencanaan strategi (strategic plans) adalah perencanaan yang dirancang untuk memenuhi tujuan organisasi yang lebih luas, untuk mengimplementasikan visi dan misi melalui penjelasan berbagai ciri khas keberadaan organisasi. Perencanaan strategis ini lazimnya dijabarkan kedalam perencanaan operasional (operational plans) yaitu uraian lebih terinci bagaimana rencana-rencana strategis dapat di capai dan dikembangkan.
Dalam mempersiapkan perenca-naan strategis terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, termasuk dalam konteks bidang pelayanan; yaitu :
  1. Aspek keuangan (financial management); sebagai persyaratan penting terwujudnya  kinerja yang baik. Aspek manajemen keuangan khususnya bidang pelayanan ini mencakup tiga hal yaitu : penganggaran multi tahun (multiyear perspective on budgetting), kesehatan dan kestabilan pajak (fiscal health and stability), dan  pengawasan keuangan dan pelaporan keuangan (financial control and financial reporting).
  2. Aspek sumberdaya manusia  (human resources management); adalah aspek penting dalam sistem manajemen karena dapat menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan modal manusia (human capital) untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah. Aspek ini menyangkut lima hal yaitu : perencanaan tenaga kerja, kemampuan bekerja tepat waktu dan berkualitas, program pengembangan profesionalisme,  struktur evaluasi dan  pemberian ganjaran, dan prosedur disiplin kerja.
  3. Aspek teknologi informasi (information technology); adalah persyaratan penting bagi organisasi pemerintahan modern. Aspek ini meliputi : perencanaan dan sistem teknologi informasi yang kompak dan efektif untuk menunjang pembangunan, pelatihan IT yang memadai, kemampuan mengevaluasi investasi IT, dan penggunaan teknologi untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
  4. Aspek pengelolaan hasil pembangunan (managing for results); apakah Top manajemen telah mendasarkan pada manajemen kinerja. Evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen kinerja ini dilakukan melalui penyediaan dan distribusi informasi kinerja sebagai pengukuran rutin kinerja. 
Terdapat beberapa model atau pendekatan perencanan strategis diantaranya  :  foundational planning, goals-driven planning, critical issues approach,  scenario analysis, results-based accountability. Pendekatan-pendekatan tersebut tidak bersifat mutually exclusive, artinya elemen-elemen dari dua atau tiga pendekatan dapat dipadukan dalam proses perencanan yang lebih produktif. Setiap organisasi dapat memilih sesuai dengan kekhasan situasi yang dihadapi, dukungan sumberdaya manusia, waktu yang diperlukan dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Foundational Planning. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam organisasi yaitu : apa yang menjadi misinya, siapa yang menjadi pelanggan atau kelompok sasaran, apa yang dipertimbangkan bernilai bagi pelanggan atau kelompok sasaran, hasil apa yang sudah didapatkan, dan apa rencana selanjutnya.
Goals-driven Planning. Pendeka-tan ini menekankan pada tujuan  yang ingin dicapai, dan penggunaan tujuan itu sebagai kekuatan pengendali dalam menentukan bagaimana seharusnya organisasi bekerja  mencapai tujuan (strategi). Pendekatan ini merupakan model sangat umum dipakai dalam perencanaan strategi dan telah lama digunakan sejak tahun 1950-an. Langkah-langkah pokok dalam proses perumusannya adalah : menentukan visi, misi, dan nilai; melakukan analsis situasi; mengembangkan tujuan; menentukan strategi untuk mencapai setiap tujuan; mengevaluasi kelayakan dan manfaatnya bagi organisasi.
Critical Issues Approach. Pendekatan ini merupakan pengembangan pendekatan goals-driven planning dalam mendefinisikan misi dan pelaksanaan analisis situasi, dan kemudian menggunaan hasil analsis tersebut untuk menentukan isue-isue siginifikan yang dihadapkan organisasi. Isu-isu kritis tersebut dapat saja terkait dengan : kelemahan internal yang harus diperbaiki, ancaman-ancaman dari luar yang menghadang, atau terbukanya peluang yang harus dikejar, isu-isu spesifik yang terjadi. Langkah-langkah pokok dalam pendekatan ini adalah : klarifikasi misi, visi,dan nilai; melakukan analsis situasi; mengidentifikasi mandat organisasi; mengidentifikasi dan menentukan isu-isu prioritas; menentukan strategi untuk mencapai setiap tujuan; menentukan strategi untuk mengatasi isu-isu kritis.
Scenario Analysis. Pendekatan ini menekankan pengembangan beberapa alternatif tentang masa depan organisasi. Dilakukan identifikasi dan kajian tentang skenario yang munkin dan memilih satu skenario yang paling kuat atau paling tepat untuk kemudian dikembangkan strateginya  yang kemudian dapat mewujudkan visinya dalam kenyataan. Langkah-langkah pokok dalam skenario analysis adalah : klarifikasi misi, visi,dan nilai, melakukan analsis situasi, mengidentifikasi beberapa skenario utama untuk masa depan, mengevaluasi skenario dan memilih yang terbaik, dan menentukan strategi untuk merealisasikan skenario yang dipilih.
Results-based Accountability. Premis pendekatan ini adalah pertanyaan sentral yang harus dijawab oleh organisasi-organisasi yang bertumpu pada komunitas, yaitu apakah komunitas merasa puas. Artinya apakah perubahan-perubahan kesejahteraan dirasakan manfaatnya masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan dan berarti pengerahan sumberdaya mengarah tercapainya tujuan itu. Sedangkan langkah-langkahnya sebagai berikut : mendatangi dan berkonsultasi kepada masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan, merumuskan indikator keberhasilan bersama stakeholders, mengembangkan baselines dan penjelasan dibalik baselines; menetapkan apa-apa yang harus dikerjakan (program); meramu ide-ide mengenai apa-apa yang harus dikerjakan menjadi strategi yang padu.
Memperhatikan model-model strategi diatas bila diikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan, maka pendekatan Critical Issues yang kiranya lebih sesuai bila diperkaya dengan pendekatan scenario analysis dan results based accountability sebagai pendekatan perencanaaan strategis dalam rangkan menyusun rencana pembangunan baik dalam lingkup pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Rencana pembangunan di Indonesia, sebagaimana tertera dalam UU Nomor 25 tahun 2004 dijelaskan bahwa “Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah”. Berdasarkan pengertian ini, produk yang dihasilkan dari suatu sistem perencanaan pembangunan adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Pembangunan Tahunan (RPT) atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP) baik yang berlaku di tingkat nasional maupun di daerah. Kajian ini lebih menekankan pada perencanaan pembangunan di daerah, karena itu bahasan mengenai RPJP, RPJM, maupun RPT juga lebih berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun, RPJM adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun, sedangkan RPT atau RKP adalah dokumen perencanaan  untuk periode 1 tahun. Dalam lingkup pemerintahan daerah RPT atau RKP disebut dengan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 tahun.

C.   Siklus Program Pembangunan
Menyangkut dimensi apapun, operasionalisasi program pembangunan selalu terkait dengan management functions yang telah lazim dikenal yaitu : planning, organizing, actuating, dan controling. Berbasis pada fungsi-fungsi manajemen ini program pembangunan dioperasionalisasikan dalam suatu proses atau siklus. Casley & Lury (1986) mengemukakan bahwa program pembangunan menyangkut proses/siklus : identification, preparation, appraisal, implementation, dan complation. European Commission (2001) menentukan adanya siklus program dan proyek yaitu meliputi : programming, identification, appraisal, financing, implementation, evaluation. Pemrograman dapat menyangkut strategi, prioritas, sektor, dan spesifikasi waktu; Identifikasi berkaitan dengan studi kelayakan awal, pilihan keputusan mengenai program yang akan dilaksanakan; Penilaian menyangkut studi kelayakan, draft usulan penganggaran; Keuangan meliputi usulan pembiayaan, dukungan dana dari sponsor, kesepakatan pembiayaan; Pelaksanaan yaitu mencakup : kesesuaian pelaksanaan dengan rencana, laporan kemajuan dan monitoring, maupun keputusan tentang kebutuhan tambahan yang diperlukan; dan Evaluasi yaitu menyangkut kajian pemanfaatan hasil-hasil yang telah dicapai untuk menentukan program selanjutnya.
Berdasarkan siklus program  sebagaimana yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa antar setiap tahapan memiliki saling keterkaitan yang erat. Tahap perencanaan (identifikasi, preparasi, penilaian kelayakan) terkait erat dengan tahap pelaksanaan, tahap pelaksanaan terkait dengan tahap evaluasi, demikian pula hasil evaluasi akan sangat menentukan penyusunan program  selanjutnya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kajian terhadap salah satu tahapan operasionalisasi program  harus dikaitkan dengan tahapan-tahapan lainnya. Demikian pula pembahasan tentang perencanaan program  pembangunan yang akan menjadi fokus kajian ini, pada dasarnya sangat terkait dengan perencanaan mengenai tahapan pelaksanaan maupun perencanaan mengenai tahap evaluasi pelaksanaan program pembangunan yang bersangkutan.
Khususnya menyangkut perencanaan program pembangunan, tahapan suatu perencanaan pembangunan (termasuk perencanaan pembangunan daerah) di Indonesia mengacu pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam UU nomor 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut :
1.      Penyusunan Rencana
a. Rancangan Rencana Pembangunan Nasional / Daerah
b. Rancangan Rencana Kerja Kementerian-Lembaga / SKPD
c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan
d. Rancangan Akhir Rencana Pembangunan
2.   Penetapan Rencana
a. RPJP Nasional dengan UU dan RPJPD dengan Perda
b. RPJM dengan Keppres /  Kepala Daerah
c. RKP / RKPD dengan Keppres / Kepala Daerah
2.      Penyidikan Pelaksanaan
3.      Evaluasi Kinerja
Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.  Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.
Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Kepala Daerah. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementrian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
Terdapat perbedaan antara perencanaan program yang dilakukan oleh institusi privat yang bersifat profit oriented dengan perencanaan program yang dilakukan oleh institusi publik yang lebih bersifat service oriented. Pada institusi publik, perencanaan program lebih berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya on-going, suatu pelayanan kepada masyarakat yang lebih bersifat umum, misalnya program transportasi, program perumahan, dan sebagainya. Sedangkan untuk institusi privat, program sering dikaitkan dengan suatu upaya yang membutuhkan perencanaan yang bersifat spesifik, berdurasi waktu terbatas serta ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu (dengan scope yang khusus), misalnya adalah program Total Quality Management Program, Workplace Safety Program, Space Program, dan lain-lain.

Kerangka Kerja Logis dalam Perencanaan Program

   Sebagai sebuah sistem, perencanaan program dalam institusi publik adalah suatu kesatuan yang melibatkan input, proses dan output, outcome, impact dan benefit yang melibatkan on going feedback (umpan balik yang terus menerus pada setiap tahapnya). Hal ini sebagaimana diungkapkan Wheelen dan Huger (1992) bahwa perencanaan program merupakan serangkaian proses respons terhadap kondisi lingkungan yang terjadi. Secara rinci dikemukakan bahwa perencanaan program adalah terkait dengan hal-hal berikut :
1.       Kondisi lingkungan (internal-eksternal) merupakan sumber dari timbulnya ide respons yang melahirkan formulasi strategi (strategy formulation). Kondisi tersebut dapat berupa lingkungan internal : kondisi sosial, kondisi lingkungan, tanggung jawab instansi; maupun lingkungan eksternal yang berupa struktur, budaya, dan ketersediaan sumberdaya.
2.       Dari kondisi lingkungan yang ada kemudian akan hadir formulasi strategi yang disusun berdasarkan visi, misi serta mencakup tujuan serta strategi mencapai tujuan tersebut berdasarkan respons terhadap kondisi lingkungan yang terjadi.
3.       Implementasi strategi akan melahirkan suatu program beserta gambaran budget serta prosedur pelaksanaan yang mungkin dapat dilakukan. Ada kemungkinan program tersebut masih akan dijabarkan dalam beberapa proyek.
4.       Dari hasil implementasi strategi yang telah melahirkan program, maka proses evaluasi merupakan tahap akhir dari serangkaian kerangka kerja logis dari program itu sendiri.
5.       Langkah awal dari formulasi strategi hingga evaluasi bukan merupakan kegiatan yang terpisah-pisah, evaluasi melingkupi setiap proses yang ada sehingga menggambarkan bahwa dalam setiap tahap pun bisa dilakukan evaluasi pada masing-masing tahap.

Perencanaan Program Dalam Dimensi Manajemen Strategi.

Model manajemen strategi yang sekarang ada merupakan suatu strategi dengan analisis lingkungan, analisis profil jati diri, strategi, misi dan visi organisasi dimana hubungan dan keterkaitan dapat memberikan indikasi pada apa yang diinginkannya (what is desired). Apabila dilacak dari awal perkembangannya, pikiran strategis dalam pengelolaan organisasi mulanya bersifat amat sederhana sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhi. Ketika lingkungan organisasi cenderung stabil dan selalu seirama dengan kepentingan organisasi maka model perencanaan strategi yang ada amat sederhana, hanya memberikan titik berat pada pemenuhan standar-standar operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, khususnya standar keuangan dan produktivitas (output).
Perkembangan manajemen strategi tahap kedua dikenal sebagai perencanaan jangka panjang (long range planning) yang pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan model tahap pertama. Semua konsep teknik, dan alat analisis yang digunakan pada model tahap pertama tetap digunakan, hanya saja pada tahapan kedua ini organisasi sudah mulai menerapkan strategi untuk jangka waktu panjang. Oleh karenanya secara teknis dilakukan peramalan ke depan, namun teknik analisis peramalan yang digunakan masih sepenuhnya mendasarkan pada data historis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perencanaan program sudah melibatkan suatu analisis jangka panjang tentang proses yang terjadi serta indikator-indikatornya.
Ketika lingkungan organisasi dan cenderung memiliki tingkat turbulensi yang tinggi, maka titik berat dari aspek perencanaan akan bersifat lebih menyeluruh, menyangkut keseluruhan proses yang terjadi. Sebagai konsekuensinya, manajemen strategi berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan, perencanaan program sebagai turunannya juga mengalami perubahan. Dalam model ketiga ini yang amat berbeda dengan sebelumnya, mengetengahkan berbagai konsep dan analisis baru yang disebabkan karena lingkungan organisasi telah banyak berubah, khususnya sejak dasawarsa enam puluhan dimana ekonomi tumbuh tidak sepesat sebelumnya. Tingkat persaingan antar organisasi semakin tajam, sehingga diperlukan analisis perkembangan lingkungan strategis. Pada saat inilah sesungguhnya pola berfikir strategis dalam manajemen dimulai, dan dasar-dasar dari model manajemen strategi mulai terbentuk. Pada dasawarsa tujuh puluhan diperkenalkan konsep segmentasi, dimana misi organisasi yang semakin luas diakomodasikan dalam struktur kemandirian divisional sebagai unit usaha strategis yang digunakan untuk memahami proses organisasi dihadapkan dengan analisis lingkungan strategi. Pada saat yang sama juga diintrodusir strategi pokok (grand strategy) seiring dengan diperkenalkan profil organisasi.
Pada tahap akhir perkembangan model yang ketiga di atas, muncul kekhawatiran akan berkurangnya sifat perencanaan yang konprenhensif, seiring dengan kemandirian unit strategis yang dapat berakibat perbedaan kepentingan organisasi secara menyeluruh dengan kepentingan unit strategis (model divisional). Oleh sebab itu proses  perencanaan perlu disusun dari dua arah secara bersamaan. Perencanaan  tidak hanya disusun berdasarkan pada prinsip perencanaan dari bawah (bottom up planning) tapi juga perencanaan dari atas (top down palnning). Sebagai kelanjutannya, karena sifatnya yang luas dan memiliki dampak yang cukup menyeluruh, perencanaan suatu program melibatkan beberapa komponen masyarakat termasuk sektor swasta yang secara bersama-sama mengidentifikasikan serta merumuskan perencanaan program yang akan dijalankan. Perencanaan komprehensif yang memadukan pendekatan bottom-up planning dan top-down planning dalam hal ini sangat diperlukan. Perencanaan komprehensif ini dapat dilakukan berdasarkan analisis mendalam baik menyangkut kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), maupun tantangan (threats) organisasi dalam menyusun perencanaan yang mengantisipasi perubahan lingkungan.

 

Aspek-Aspek Pendukung Per( berlanjut ) atau hub 085642416678; email : Prie_nifesda@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar