Patient Safety
Kemungkinan
terjadinya kecelakaan di penerbangan adalah 1: 3 juta. Di rumah sakit,
kemungkinan terjadinya kecelakaan adalah 1: 300.
WHO 2005[1]
Sebagaimana
disebutkan oleh WHO, angka kemungkinan terjadinya kecelakaan di rumah
sakit jauh lebih besar dari kemungkinan kecelakaan pesawat terbang.
Angka ini menunjukkan masalah besar dalam patient-safety di seluruh dunia. Dengan mengacu pada analogi sistem penerbangan dapat dilihat bahwa problem masalah patient safety
berasal dari kegagalan sistem, bukan hanya kesalahan orang per orang.
Dengan memahami pemikiran sistemik maka penanganan masalah patient safety dapat lebih baik, tidak sepotong-sepotong.
Laporan dari Inggris menyatakan ada beberapa faktor kegagalan sistemik yang menjadi masalah dalam patient safety. Kegagalan sistem pelayanan kesehatan tersebut mencakup: (1)
ineffective systems and processes; (2) poor communication; (3) inadequate
buruknya sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, dapat diduga bahwa kemungkinan kecelakaan di rumah sakit Indonesia menjadi lebih besar dibanding negara maju, seperti Inggris.
Untuk membahas patient safety ini mari kita lihat dahulu kerangka konsep yang dipakai :
Kerangka Konsep 1:
Konsep Berwick dapat dilihat pada Gambar berikut
Dengan melihat Kerangka Konsep Berwick ini, maka usaha-usaha peningkatan mutu pelayanan dapat dirinci secara sistematis, sebagai berikut.
Usaha di pasien dan masyarakat: berbagai
kegiatan dalam isu ini yaitu mengembangkan hubungan yang baik antara
pasien dan klinisi, menjaga adanya rasa empati kepada pasien, dan
melibatkan dan memberdayakan pasien dalam pelayanan kesehatan
Perbaikan proses mikro: berbagai kegiatan antara lain: integrasi praktik, penetapan clinical pathways dalam sistem pelayanan kesehatan; penguatan alat pengambil keputusan bagi para klinisi.
Usaha di organisasi pelayanan kesehatan: usaha
perbaikan mutu ini berada pada level organisasi pelayanan kesehatan
dengan berbagai kegiatan antara lain: meningkatkan peran para klinisi
termasuk clinical leadership dalam patient safety; memberdayakan dan mendukung staf sarana pelayanan kesehatan untuk menerapkan patient safety dalam area kerja mereka; mengidentifikasi dan mengurangi risiko pelayanan kesehatan melalui sistem koordinasi, pelaporan dan feedback yang efektif; mengatasi berbagai hambatan yang timbul dalam penerapan patient safety; mengembangkan diklat sarana pelayanan kesehatan dengan fokus kepada patient safety
dan peningkatan kinerja pelayanan klinik; menetapkan mekanisme untuk
mengadopsi secara cepat dari hasil penelitian ke praktik sehari-hari;
melakukan komputerisasi instruksi pelayanan klinik untuk mengingatkan
dan memberikan sinyal; menggunakan tehnologi informasi termasuk e-health.
Usaha perbaikan lingkungan organisasi pelayanan kesehatan: usaha
ini berada pada lingkungan luar organisasi pemberi pelayanan kesehatan.
Usaha yang dilakukan antara lain: pengembangan kebijakan lisensi dan
sertifikasi; mekanisme untuk mempelajari pengalaman dari berbagai
pelayanan kesehatan dan industri lain; sistem rujukan antara pelayanan
kesehatan tingkat primer, sekunder dan tersier; mengembangkan sistem
informasi berbasis web bagi kepentingan konsumen dan sarana pelayanan kesehatan; memberikan materi dan motivasi patient safety
dalam pendidikan dokter, perawat, bidan, dan tenaga klinis lainnya;
peningkatan peran lembaga atau institusi penilai mutu eksternal dari
sarana pelayanan kesehatan; adanya kontrol oleh lembaga pembiayaan
pelayanan kesehatan.
Kerangka Konsep 2: Good Governance
Dengan menggunakan konsep good governance
ada dua sistem pengendalian: (1) sistem pengendalian mutu eksternal,
dan (2) sistem pengendalian mutu internal. Dengan melihat dua sistem
pengendalian tersebut maka strategi pengembangan mutu lembaga pelayanan
kesehatan adalah menata peran dan tata hubungan antar “pemain atau
aktor” di sektor kesehatan dengan dasar good governance.
Dalam penataan tersebut akan terlihat pemegang fungsi kebijakan dan
regulasi yang akan berfungsi sebagai pengendali eksternal dengan
ditambah peran dari masyarakat dan lembaga akreditasi atau pemberi
peringkat. Sementara itu, para pelaku usaha pelayanan kesehatan akan mempunyai sistem pengendalian internal masing-masing.
Secara
praktis timbul pertanyaan mengenai siapa pengendali mutu eksternal?
Jawabannya adalah antara lain dinas kesehatan dan departemen kesehatan.
Di samping pengawasan oleh dinas kesehatan, sesama lembaga usaha ada
yang berfungsi sebagai pengendali mutu eksternal misalnya badan
akreditasi swasta, badan penilai mutu swasta seperti Badan Mutu
Pelayanan Kesehatan di DIY, dana Jamkessos, sampai ke perusahaan
asuransi kesehatan (PT Askes) yang mempunyai kepentingan dalam mutu.
Peran ikatan profesi dalam patient safety adalah
mengembangkan standar pelayanan profesi sampai mengembangkan standar
pendapatan profesi agar tidak terjadi kekacauan. Sementara itu,
masyarakat mengembangkan sistem kontrol masyarakat dengan berbagai
kegiatan termasuk adanya Yayasan Lembaga Konsumen Kesehatan. Kegiatan
masyarakat yang sering menimbulkan kegoncangan dalam sistem kesehatan
adalah penggunaan instrumen hukum pidana dan perdata untuk menjamin mutu
pelayanan.
Pengawasan
mutu secara internal dilakukan berdasar inovasi masing-masing di rumah
sakit dan kaidah-kaidah pelaku usaha yang baik. Sebagai pelaku usaha
tentunya mereka harus menjamin kegiatannya berbasis pada prinsip
menjalankan usaha dengan baik.
Patient safety
merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Para
pengembil kebijakan, memberi pelayanan kesehatan, dan konsumen
menempatkan keamanan sebagai prioritas pertama pelayanan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan. Isu mengenail patient safety mulai muncul pada tahun 1950 dan berkembang luas menjadi opini karena liputan media massa yang masif. Penelitian institute of medicine menjumpai 44.000 sampai 98.000 orang meninggal akibat medical error dan adverse event
tindakan medis setiap tahunnya. Kematian akibat tindakan medis
merupakan penyebab kematian nomor 8 (lebih tinggi dari kecelakaan lalu
lintas, kanker payudara, AIDS), dan 16% lebih tinggi daripada kematian
akibat kerja.
Berbagai upaya telah diusahakan secara terus-menerus untuk mengurangi adverse event akibat tindakan medis. Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan patient safety yaitu dengan: (1) pengembangan sistem untuk identifikasi dan pelaporan risiko, error, atau adverse event, (2) penggunaan teknologi informasi, dan (3) upaya perubahan kultur organisasi.
[1] WHO. 2005. On Governance of Patient safety. Eighth Futures Forum. Erpfendorf. Austria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar