Perencanaan Berbasis Kinerja
    ( mas H.Suprio Heryanto,SKM.Mkes.)
Program
 pelayanan akan dapat dioperasionalisasikan dengan baik apabila 
dipersiapkan dengan strategi yang memadai, direncanakan dengan seksama, 
dilaksanakan dan dikontrol secara bertanggungjawab. Substansinya bahwa 
program pelayanan akan berhasil apabila operasionalisasinya memenuhi 
fungsi-fungsi manajemen (management functions). Sebelum
 membahas substansi tersebut, perlu kiranya dikemukakan pemahaman 
tentang pembangunan yang akan menjadi dasar pembahasan perencanaan 
program secara menyeluruh.
Pembangunan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sadar dan melembaga untuk kepentingan pembangunan masyarakat; a conciuous and institutionalized attempt at societal development (Chodak
 ,1973). Dalam pengertian ini, pembangunan hanya akan mencapai 
keberhasilan apabila dilakukan oleh organisasi pemerintah yang bekerja 
secara melembaga dan memiliki kapasitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan
 masyarakat. Karena itu pengertian pembangunan juga dapat dimaknai 
sebagai pembangunan kapasitas (capacity building) baik
 menyangkut kapasitas manusia, kapasitas organisasi, maupun kapasitas 
institusi untuk mendukung berbagai pelaksanaan program pembangunan. 
Sebagaimana digambarkan Grindle (1997) dalam tabel berikut.
Tabel 1
Dimensions and Focus of Capacity-Building Initiatives
| 
Dimension | 
Fokus | 
Types of Activities | 
| 
Human resource development | 
Supply of professional and technical personnel | 
Training, salaries, conditions of work, recruitment | 
| 
Organizational trengthening | 
Management systems to improve performance of specific tasks and functions, microstructures | 
Incentive systems, utilization of personnel, leadership, organizational culture, comunications, managerial structures | 
| 
Institutional Reform | 
Institutions and systems, macrostructures | 
Rules of the game for economic and political regimes, policy and legal change, constitutional reform | 
Source : Grindle (1997 : 9)
Pembangunan
 sumberdaya manusia berfokus pada dukungan pegawai yang memiliki 
kemampuan teknis dan profesional. Karena itu diperlukan pelatihan, 
penggajian, dukungan kondisi tempat kerja, maupun sistem rekrutmen yang 
obyektif. Penguatan organisasi berfokus pada sistem manajemen 
peningkatan kinerja menyangkut tugas-tugas dan fungsi-fungsi spesifik 
dalam kerangka organisasi mikro. Bentuk aktivitasnya meliputi : sistem 
insentif, pemanfaatan personil, kepemimpinan, kultur organisasi, 
komunikasi, dan struktur-struktur manajerial. Sedangkan reformasi 
institusional fokusnya adalah sistem dan institusi-institusi dalam 
organisasi makro. Bentuk aktivitasnya meliputi rules of the game untuk rezim politik dan ekonomi, perubahan hukum dan kebijakan, dan reformasi konstitusional.
 Agar
 program sebagai suatu kegiatan dapat dioperasionalisasikan secara 
realistis, maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.       Menentukan
 tingkat keterkaitannya dengan kebijakan yang telah ditetapkan, sasaran 
dan tujuan, serta misi dan visi yang telah ditentukan.
2.       Menentukan
 keterkaitan dengan program lain. Oleh karena itu koordinasi diperlukan 
dalam merencanakan program sehingga dapat diperoleh program yang 
benar-benar bersinergi mewujudkan kinerja organisasi.
3.       Memastikan bahwa program merupakan interpolasi dari keadaan masa kini dan masa yang akan datang.
4.       Menentukan
 prioritas tinggi kepada program yang berdampak terhadap pencapaian visi
 dan misi, serta tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
Operasionalisasi
 program tercermin dari kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu 
institusi/organisasi. Kinerja suatu institusi/organisasi akan dapat 
diukur dari kegiatan yang dilaksanakannya. Sejauh mana kegiatan ini 
sejalan dengan program dan kebijakannya, tujuan dan sasaran, merupakan 
cerminan dari strategi konkrit suatu organisasi. Beberapa hal yang perlu
 diperhatikan ketika kegiatan disusun dapat dirumuskan dengan akronim SMART; 
1.       S; specific, dalam arti bahwa kegiatan harus menggambarkan secara spesifik hasil yang akan diperoleh/diinginkan.
2.       M; measurable, dalam arti kegiatan harus terukur apa yang dicapai, seberapa jauh tingkat pencapaiannya.
3.       A; aggressive but attainable, dalam arti bahwa kegiatan bersifat agresif, menantang tetapi realistis sehingga masih dalam batas ruang tingkat keberhasilan.
4.       R; result-oriented,
 kegiatan harus berorientasi kepada hasil yang diinginkan, dalam lingkup
 waktu tidak lebih dari satu tahun. Jika dia merupakan kegiatan multi-years, maka setiap tahun harus dapat digambarkan tingkat pencapaiannya.
5.       T; time-bound dalam arti bahwa kegiatan dapat dipastikan kapan dapat diwujudkan hasilnya.
Sehubungan dengan hal ini diperlukan adanya fokus perencanaan program jangka panjang (long-range program plans)
 untuk menjawab tantangan akan akuntabilitas suatu program. Sebagaimana 
dikemukakan Rennekamp (1999), peren-canaan program dalam suatu institusi
 atau organisasi memiliki beberapa fungsi yaitu :
- Direction, dapat membantu mengedentifikasi kepentingan masyarakat pada suatu daerah tertentu melalui layanan perluasan kerjasama seperangkat prioritas program.
- Intent, suatu rencana kerja dapat membantu mewujudkan komunikasi publik mengenai fokus apa yang diharapkan dari organisasi untuk kurun waktu tertentu.
- Commitment, suatu rencana adalah membuat sebuah komitmen untuk melakukan tindakan untuk maksud-maksud tertentu sehingga dapat menjamin pencapaian maksud tersebut.
- Evaluation, proses perencanaan menyangkut penetapan mengenai keberhasilan apa yang akan dicapai dan bagaimana mengukurnya.
- Accountability, perencanaan yang dibuat secara komprehensif dapat digunakan untuk menilai alokasi sumberdaya dan hasil-hasil yang telah dicapai secara akuntabel.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi di atas diperlukan dukungan para profesional yang memiliki pengetahuan dan kajian sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan, mereka dapat menjadi koordinator dan fasilitator untuk proses perencanaan.
 Karena itu pengetahuan yang memadahi dan proses pendidikan sangat 
diperlukan untuk mendesain, merencanakan, melaksanakan, dan sekaligus 
mengevaluasi  program.
B.   Rencana Strategis Dalam Program Pelayanan.
Rencana strategis adalah salah satu instrumen administratif yang dapat membantu berfikir dan bertindak strategis bagi administrator publik dalam memecahkan berbagai persoalan pembangunan. Perencanaan strategi (strategic plans)
 adalah perencanaan yang dirancang untuk memenuhi tujuan organisasi yang
 lebih luas, untuk mengimplementasikan visi dan misi melalui penjelasan 
berbagai ciri khas keberadaan organisasi. Perencanaan strategis ini 
lazimnya dijabarkan kedalam perencanaan operasional (operational plans) yaitu uraian lebih terinci bagaimana rencana-rencana strategis dapat di capai dan dikembangkan.
Dalam
 mempersiapkan perenca-naan strategis terdapat beberapa aspek yang perlu
 diperhatikan, termasuk dalam konteks bidang pelayanan; yaitu :
- Aspek keuangan (financial management); sebagai persyaratan penting terwujudnya kinerja yang baik. Aspek manajemen keuangan khususnya bidang pelayanan ini mencakup tiga hal yaitu : penganggaran multi tahun (multiyear perspective on budgetting), kesehatan dan kestabilan pajak (fiscal health and stability), dan pengawasan keuangan dan pelaporan keuangan (financial control and financial reporting).
- Aspek sumberdaya manusia (human resources management); adalah aspek penting dalam sistem manajemen karena dapat menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan modal manusia (human capital) untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah. Aspek ini menyangkut lima hal yaitu : perencanaan tenaga kerja, kemampuan bekerja tepat waktu dan berkualitas, program pengembangan profesionalisme, struktur evaluasi dan pemberian ganjaran, dan prosedur disiplin kerja.
- Aspek teknologi informasi (information technology); adalah persyaratan penting bagi organisasi pemerintahan modern. Aspek ini meliputi : perencanaan dan sistem teknologi informasi yang kompak dan efektif untuk menunjang pembangunan, pelatihan IT yang memadai, kemampuan mengevaluasi investasi IT, dan penggunaan teknologi untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
- Aspek pengelolaan hasil pembangunan (managing for results); apakah Top manajemen telah mendasarkan pada manajemen kinerja. Evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen kinerja ini dilakukan melalui penyediaan dan distribusi informasi kinerja sebagai pengukuran rutin kinerja.
Terdapat beberapa model atau pendekatan perencanan strategis diantaranya  :  foundational planning, goals-driven planning, critical issues approach,  scenario analysis, results-based accountability. Pendekatan-pendekatan tersebut tidak bersifat mutually exclusive,
 artinya elemen-elemen dari dua atau tiga pendekatan dapat dipadukan 
dalam proses perencanan yang lebih produktif. Setiap organisasi dapat 
memilih sesuai dengan kekhasan situasi yang dihadapi, dukungan 
sumberdaya manusia, waktu yang diperlukan dan pertimbangan-pertimbangan 
lainnya.
Foundational Planning. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam organisasi yaitu : apa
 yang menjadi misinya, siapa yang menjadi pelanggan atau kelompok 
sasaran, apa yang dipertimbangkan bernilai bagi pelanggan atau kelompok 
sasaran, hasil apa yang sudah didapatkan, dan apa rencana selanjutnya.
Goals-driven Planning. Pendeka-tan ini menekankan pada tujuan  yang
 ingin dicapai, dan penggunaan tujuan itu sebagai kekuatan pengendali 
dalam menentukan bagaimana seharusnya organisasi bekerja  mencapai
 tujuan (strategi). Pendekatan ini merupakan model sangat umum dipakai 
dalam perencanaan strategi dan telah lama digunakan sejak tahun 1950-an.
 Langkah-langkah pokok dalam proses perumusannya adalah : menentukan 
visi, misi, dan nilai; melakukan analsis situasi; mengembangkan tujuan; 
menentukan strategi untuk mencapai setiap tujuan; mengevaluasi kelayakan
 dan manfaatnya bagi organisasi.
Critical Issues Approach. Pendekatan ini merupakan pengembangan pendekatan goals-driven planning
 dalam mendefinisikan misi dan pelaksanaan analisis situasi, dan 
kemudian menggunaan hasil analsis tersebut untuk menentukan isue-isue 
siginifikan yang dihadapkan organisasi. Isu-isu kritis tersebut dapat 
saja terkait dengan : kelemahan internal yang harus diperbaiki, 
ancaman-ancaman dari luar yang menghadang, atau terbukanya peluang yang 
harus dikejar, isu-isu spesifik yang terjadi. Langkah-langkah pokok 
dalam pendekatan ini adalah : klarifikasi misi, visi,dan nilai; 
melakukan analsis situasi; mengidentifikasi mandat organisasi; 
mengidentifikasi dan menentukan isu-isu prioritas; menentukan strategi 
untuk mencapai setiap tujuan; menentukan strategi untuk mengatasi 
isu-isu kritis. 
Scenario Analysis. Pendekatan
 ini menekankan pengembangan beberapa alternatif tentang masa depan 
organisasi. Dilakukan identifikasi dan kajian tentang skenario yang 
munkin dan memilih satu skenario yang paling kuat atau paling tepat 
untuk kemudian dikembangkan strateginya  yang 
kemudian dapat mewujudkan visinya dalam kenyataan. Langkah-langkah pokok
 dalam skenario analysis adalah : klarifikasi misi, visi,dan nilai, 
melakukan analsis situasi, mengidentifikasi beberapa skenario utama 
untuk masa depan, mengevaluasi skenario dan memilih yang terbaik, dan 
menentukan strategi untuk merealisasikan skenario yang dipilih.
Results-based Accountability. Premis
 pendekatan ini adalah pertanyaan sentral yang harus dijawab oleh 
organisasi-organisasi yang bertumpu pada komunitas, yaitu apakah 
komunitas merasa puas. Artinya apakah perubahan-perubahan kesejahteraan 
dirasakan manfaatnya masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan dan 
berarti pengerahan sumberdaya mengarah tercapainya tujuan itu. Sedangkan
 langkah-langkahnya sebagai berikut : mendatangi dan berkonsultasi 
kepada masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan, merumuskan indikator 
keberhasilan bersama stakeholders, mengembangkan baselines dan 
penjelasan dibalik baselines; menetapkan apa-apa yang harus dikerjakan 
(program); meramu ide-ide mengenai apa-apa yang harus dikerjakan menjadi
 strategi yang padu.
Memperhatikan model-model strategi diatas bila diikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan, maka pendekatan Critical Issues yang kiranya lebih sesuai bila diperkaya dengan pendekatan scenario analysis dan results based accountability
 sebagai pendekatan perencanaaan strategis dalam rangkan menyusun 
rencana pembangunan baik dalam lingkup pemerintahan pusat maupun 
pemerintahan daerah. Rencana pembangunan di Indonesia, 
sebagaimana tertera dalam UU Nomor 25 tahun 2004 dijelaskan bahwa 
“Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara 
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan 
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan 
oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan 
Daerah”. Berdasarkan pengertian ini, produk yang dihasilkan dari suatu 
sistem perencanaan pembangunan adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang
 (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana 
Pembangunan Tahunan (RPT) atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP) baik yang 
berlaku di tingkat nasional maupun di daerah. Kajian ini lebih 
menekankan pada perencanaan pembangunan di daerah, karena itu bahasan 
mengenai RPJP, RPJM, maupun RPT juga lebih berkaitan dengan 
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Rencana
 Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen perencanaan untuk 
periode 20 tahun, RPJM adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun,
 sedangkan RPT atau RKP adalah dokumen perencanaan  untuk
 periode 1 tahun. Dalam lingkup pemerintahan daerah RPT atau RKP disebut
 dengan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah
 Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 tahun.
C.   Siklus Program Pembangunan 
Menyangkut dimensi apapun, operasionalisasi program pembangunan selalu terkait dengan management functions yang telah lazim dikenal yaitu : planning, organizing, actuating, dan controling. Berbasis
 pada fungsi-fungsi manajemen ini program pembangunan 
dioperasionalisasikan dalam suatu proses atau siklus. Casley & Lury 
(1986) mengemukakan bahwa program pembangunan menyangkut proses/siklus :
 identification, preparation, appraisal, implementation, dan complation. European Commission (2001) menentukan adanya siklus program dan proyek yaitu meliputi : programming, identification, appraisal, financing, implementation, evaluation. Pemrograman
 dapat menyangkut strategi, prioritas, sektor, dan spesifikasi waktu; 
Identifikasi berkaitan dengan studi kelayakan awal, pilihan keputusan 
mengenai program yang akan dilaksanakan; Penilaian menyangkut studi 
kelayakan, draft usulan penganggaran; Keuangan meliputi usulan 
pembiayaan, dukungan dana dari sponsor, kesepakatan pembiayaan; 
Pelaksanaan yaitu mencakup : kesesuaian pelaksanaan dengan rencana, 
laporan kemajuan dan monitoring, maupun keputusan tentang kebutuhan 
tambahan yang diperlukan; dan Evaluasi yaitu menyangkut kajian 
pemanfaatan hasil-hasil yang telah dicapai untuk menentukan program 
selanjutnya.
Berdasarkan siklus program  sebagaimana
 yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa antar setiap tahapan memiliki 
saling keterkaitan yang erat. Tahap perencanaan (identifikasi, 
preparasi, penilaian kelayakan) terkait erat dengan tahap pelaksanaan, 
tahap pelaksanaan terkait dengan tahap evaluasi, demikian pula hasil 
evaluasi akan sangat menentukan penyusunan program  selanjutnya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kajian terhadap salah satu tahapan operasionalisasi program  harus dikaitkan dengan tahapan-tahapan lainnya. Demikian pula pembahasan tentang perencanaan program  pembangunan
 yang akan menjadi fokus kajian ini, pada dasarnya sangat terkait dengan
 perencanaan mengenai tahapan pelaksanaan maupun perencanaan mengenai 
tahap evaluasi pelaksanaan program pembangunan yang bersangkutan.
Khususnya menyangkut perencanaan program pembangunan, tahapan suatu perencanaan pembangunan (termasuk perencanaan pembangunan daerah) di Indonesia mengacu pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam UU nomor 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut :
1.      Penyusunan Rencana
a. Rancangan Rencana Pembangunan Nasional / Daerah
b. Rancangan Rencana Kerja Kementerian-Lembaga / SKPD
c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan
d. Rancangan Akhir Rencana Pembangunan
2.   Penetapan Rencana
a. RPJP Nasional dengan UU dan RPJPD dengan Perda
b. RPJM dengan Keppres /  Kepala Daerah
c. RKP / RKPD dengan Keppres / Kepala Daerah
2.      Penyidikan Pelaksanaan
3.      Evaluasi Kinerja
Keempat
 tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara 
keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap 
penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap 
suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) 
langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan 
yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, 
masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja 
dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah 
disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders)
 dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing 
jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. 
Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana 
pembangunan.  Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.
Menurut
 Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka panjang Daerah ditetapkan
 sebagai Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Daerah 
ditetapkan oleh Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Daerah 
ditetapkan sebagai Peraturan Kepala Daerah. Pengendalian pelaksanaan 
rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan 
sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui 
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana 
tersebut oleh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, 
Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan 
rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat 
Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. 
Evaluasi
 pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan
 yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi
 untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. 
Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang
 tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran 
kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
 Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik 
Pusat maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja 
pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan 
tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek 
pembangunan, Kementrian/Lembaga, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti 
pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin 
keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing 
jangka waktu sebuah rencana.
Terdapat perbedaan antara perencanaan program yang dilakukan oleh institusi privat yang bersifat profit oriented dengan perencanaan program yang dilakukan oleh institusi publik yang lebih bersifat service oriented. Pada institusi publik, perencanaan program lebih berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya on-going,
 suatu pelayanan kepada masyarakat yang lebih bersifat umum, misalnya 
program transportasi, program perumahan, dan sebagainya. Sedangkan untuk
 institusi privat, program sering dikaitkan dengan suatu upaya yang 
membutuhkan perencanaan yang bersifat spesifik, berdurasi waktu terbatas
 serta ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu (dengan scope yang khusus), misalnya adalah program Total Quality Management Program, Workplace Safety Program, Space Program, dan lain-lain. 
Kerangka Kerja Logis dalam Perencanaan Program
   Sebagai
 sebuah sistem, perencanaan program dalam institusi publik adalah suatu 
kesatuan yang melibatkan input, proses dan output, outcome, impact dan 
benefit yang melibatkan on going feedback (umpan balik
 yang terus menerus pada setiap tahapnya). Hal ini sebagaimana 
diungkapkan Wheelen dan Huger (1992) bahwa perencanaan program merupakan
 serangkaian proses respons terhadap kondisi lingkungan yang terjadi. 
Secara rinci dikemukakan bahwa perencanaan program adalah terkait dengan
 hal-hal berikut :
1.       Kondisi lingkungan (internal-eksternal) merupakan sumber dari timbulnya ide respons yang melahirkan formulasi strategi (strategy formulation).
 Kondisi tersebut dapat berupa lingkungan internal : kondisi sosial, 
kondisi lingkungan, tanggung jawab instansi; maupun lingkungan eksternal
 yang berupa struktur, budaya, dan ketersediaan sumberdaya.
2.       Dari
 kondisi lingkungan yang ada kemudian akan hadir formulasi strategi yang
 disusun berdasarkan visi, misi serta mencakup tujuan serta strategi 
mencapai tujuan tersebut berdasarkan respons terhadap kondisi lingkungan
 yang terjadi.
3.       Implementasi
 strategi akan melahirkan suatu program beserta gambaran budget serta 
prosedur pelaksanaan yang mungkin dapat dilakukan. Ada kemungkinan 
program tersebut masih akan dijabarkan dalam beberapa proyek.
4.       Dari
 hasil implementasi strategi yang telah melahirkan program, maka proses 
evaluasi merupakan tahap akhir dari serangkaian kerangka kerja logis 
dari program itu sendiri.
5.       Langkah
 awal dari formulasi strategi hingga evaluasi bukan merupakan kegiatan 
yang terpisah-pisah, evaluasi melingkupi setiap proses yang ada sehingga
 menggambarkan bahwa dalam setiap tahap pun bisa dilakukan evaluasi pada
 masing-masing tahap.
Perencanaan Program Dalam Dimensi Manajemen Strategi.
Model
 manajemen strategi yang sekarang ada merupakan suatu strategi dengan 
analisis lingkungan, analisis profil jati diri, strategi, misi dan visi 
organisasi dimana hubungan dan keterkaitan dapat memberikan indikasi 
pada apa yang diinginkannya (what is desired). Apabila dilacak 
dari awal perkembangannya, pikiran strategis dalam pengelolaan 
organisasi mulanya bersifat amat sederhana sesuai dengan lingkungan yang
 mempengaruhi. Ketika lingkungan organisasi cenderung stabil dan selalu 
seirama dengan kepentingan organisasi maka model perencanaan strategi 
yang ada amat sederhana, hanya memberikan titik berat pada pemenuhan 
standar-standar operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, 
khususnya standar keuangan dan produktivitas (output).
Perkembangan manajemen strategi tahap kedua dikenal sebagai perencanaan jangka panjang (long range planning) yang pada
 dasarnya tidak berbeda jauh dengan model tahap pertama. Semua konsep 
teknik, dan alat analisis yang digunakan pada model tahap pertama tetap 
digunakan, hanya saja pada tahapan kedua ini organisasi sudah mulai 
menerapkan strategi untuk jangka waktu panjang. Oleh karenanya secara 
teknis dilakukan peramalan ke depan, namun teknik analisis peramalan 
yang digunakan masih sepenuhnya mendasarkan pada data historis. Dengan 
kata lain dapat dikatakan bahwa perencanaan program sudah melibatkan 
suatu analisis jangka panjang tentang proses yang terjadi serta 
indikator-indikatornya.
Ketika
 lingkungan organisasi dan cenderung memiliki tingkat turbulensi yang 
tinggi, maka titik berat dari aspek perencanaan akan bersifat lebih 
menyeluruh, menyangkut keseluruhan proses yang terjadi. Sebagai 
konsekuensinya, manajemen strategi berkembang sesuai dengan perkembangan
 lingkungan, perencanaan program sebagai turunannya juga mengalami 
perubahan. Dalam model ketiga ini yang amat berbeda dengan sebelumnya, 
mengetengahkan berbagai konsep dan analisis baru yang disebabkan karena 
lingkungan organisasi telah banyak berubah, khususnya sejak dasawarsa 
enam puluhan dimana ekonomi tumbuh tidak sepesat sebelumnya. Tingkat 
persaingan antar organisasi semakin tajam, sehingga diperlukan analisis 
perkembangan lingkungan strategis. Pada saat inilah sesungguhnya pola 
berfikir strategis dalam manajemen dimulai, dan dasar-dasar dari model 
manajemen strategi mulai terbentuk. Pada dasawarsa tujuh puluhan 
diperkenalkan konsep segmentasi, dimana misi organisasi yang semakin 
luas diakomodasikan dalam struktur kemandirian divisional sebagai unit 
usaha strategis yang digunakan untuk memahami proses organisasi 
dihadapkan dengan analisis lingkungan strategi. Pada saat yang sama juga
 diintrodusir strategi pokok (grand strategy) seiring dengan diperkenalkan profil organisasi. 
Pada
 tahap akhir perkembangan model yang ketiga di atas, muncul kekhawatiran
 akan berkurangnya sifat perencanaan yang konprenhensif, seiring dengan 
kemandirian unit strategis yang dapat berakibat perbedaan kepentingan 
organisasi secara menyeluruh dengan kepentingan unit strategis (model 
divisional). Oleh sebab itu proses  perencanaan perlu disusun dari dua arah secara bersamaan. Perencanaan  tidak hanya disusun berdasarkan pada prinsip perencanaan dari bawah (bottom up planning) tapi juga perencanaan dari atas (top down palnning). Sebagai
 kelanjutannya, karena sifatnya yang luas dan memiliki dampak yang cukup
 menyeluruh, perencanaan suatu program melibatkan beberapa komponen 
masyarakat termasuk sektor swasta yang secara bersama-sama 
mengidentifikasikan serta merumuskan perencanaan program yang akan 
dijalankan. Perencanaan komprehensif yang memadukan pendekatan bottom-up planning dan top-down planning
 dalam hal ini sangat diperlukan. Perencanaan komprehensif ini dapat 
dilakukan berdasarkan analisis mendalam baik menyangkut kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), maupun tantangan (threats) organisasi dalam menyusun perencanaan yang mengantisipasi perubahan lingkungan.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar