KETIDAKBERDAYAAN SANG PASIEN
( H. Suprio Heryanto, SKM.M.Kes. ) DINAS KESEHATAN KABUPATEN Wonogiri
Berapa dok biayanya ? ………. Rp. xxxxx,- (jawab sang dokter)………....
Sepenggal Ilustrasi tersebut diatas merupakan salah
satu bagian hubungan antara dokter dan pasien, berapapun biayanya sang
pasien akan bersedia membayarnya, tidak pernah terbesit dalam pikirannya
untuk tawar-menawar, yang penting baginya adalah penyakitnya segera
sembuh. Demikian pula dalam lembaga medis yang ada, dengan menyatunya
ilmu pengetahuan medis dan teknologi modern, lembaga medis terkadang
memiliki legitimasi untuk membedakan, menentukan, atau bahkan
memprediksi mereka yang tergolong “sehat” atau “sakit”.
Yang menjadi pertanyaan adalah : Dasar-dasar
legitimasi dari profesi medis yang kadang kala cenderung menciptakan
hubungan yang kurang seimbang (antara pasien dan dokter), otoritas yang
juga berlebihan sehingga bersifat dominatif dan munculnya
ketidakberdayaan (empowering) pasien bila berhadapan dengan profesi ini.
Perlu adanya pemahaman reflektif atas aspek-aspek
politik atau ekonomi politik yang menyertai lembaga medis dan perlu
adanya peningkatan kesadaran pada masyarakat akan posisinya sehingga
terdorong melakukan emansipasi dengan cara melenyapkan sifat dominatif
dari lembaga medis, yang akhirnya posisi tawar menawar (bargaining
position) antara pasien dan profesi medis (dalam hal ini dokter) menjadi
seimbang.
Langkah konkret yang dapat dilakukan
untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka menghadapi medikalisasi
kehidupan dalam sistem masyarakat kapitalis (dalam hal ini menyongsong
swastanisasi dan industrialisasi kesehatan) adalah dengan meningkatkan
kesadaran kritis warga masyarakat dalam hal kesehatan. Ini merupakan
upaya merealisasi seruan Alma Alta (1978) bahwa seyogyanya layanan
kesehatan bukan semata-mata untuk lapisan yang sehat secara struktural
tetapi untuk semua lapisan masyarakat. Langkah-langkah penyadaran ini
dapat terlaksana apabila terjadi komunikasi yang dialogis antara perumus
kebijakan kesehatan dan masyarakat sipil.
Ada 4 langkah yang dapat ditempuh, yaitu
Pendidikan, Promosi, Lobbying, dan Pembelaan (advocacy). Pertama, tujuan
utama dari Pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan kesadaran
kritis atau self empowerment baik bagi orang awam atau petugas medis
sehingga mereka dapat membedakan sakit dalam pengertian biologis dan
sakit dalam pengertian lingkungan sebagai akibat samping dari adanya
medical industrial complex itu sendiri. Kedua, Promosi kesehatan
memerlukan partisipasi penuh dari masyarakat yang bertujuan untuk
menyadarkan bahwa total environment perlu diwaspadai karena itu juga
menjadi sumber-sumber penyakit biologis dan sosial. Promosi ini juga
diarahkan pada seluruh pendududuk dan bukan hanya pada kelompok yang
berisiko sakit. Dengan promosi, masyarakat diharapkan mengerti apa arti
sehat secara positif (sehat biologis, psikis dan lingkungan/sistem).
Ketiga. Lobbying, bertujuan mengoreksi kebijakan kesehatan agar tidak
terlalu merugikan masyarakat lapisan bawah, dalam hal ini dapat
dilakukan oleh partai politik atau LSM yang memiliki kredibilitas
tinggi. Langkah ini dapat diartikan sebagai upaya membujuk pembuat
kebijakan untuk mengambil langkah-langkah menyehatkan masyarakat dalam
pengertian sehat positif (paripurna). Keempat, langkah pembelaan
dilakukan apabila korban telah terjadi. Pembelaan dapat dilakukan oleh
lembaga-lembaga penegak hukum atau LSM dalam rangka membela pihak-pihak
lemah sehingga hubungan antara lembaga medis dan pasien-pasiennya tidak
dominatif.
Kalau keempat langkah itu dapat dilakukan
tanpa hambatan politis, sebenarnya program-program kesehatan dilakukan
dengan cara 3D, yaitu : Dialogue-Determination-Doing demi terwujudnya
kesadaran kritis masyarakat sehat dalam pengertian positif. Apabila self
empowerment telah muncul di kalangan masyarakat, kebijakan swastanisasi
dan industrialisasi medis dapat diantisipasi sehingga kebijakan itu
dapat melayanai semua lapisan, bahkan tidak justru menimbulkan penyakit
baru (penyakit sosial dan struktural).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar